Selasa, 26 Januari 2010

Perang Batu

"Mengapa mereka melempari kita dengan batu? Apa salah kita?" Tanyaku pada pemuda di sebelahku yang sedang tiarap.

"Sudah, jangan banyak tanya! Tiarap! Ambil batu, dan lempari juga mereka kalau kau tak mau mati," jawabnya.

"Tapi....," kalimatku tak selesai karena batu sekepal tanganku melesat di depan mataku. Aku menjerit kaget lalu tiarap.

"Brengsek!" umpatku.

Aku mengambil sebongkah batu tadi dan kulemparkan kuat-kuat ke arah gerombolan pelempar batu di seberang mataku. Aku terus berpikir, mengapa pertempuran ini terjadi. Apa karena mereka tersinggung dengan perkataan salah satu dari kami? Atau apa karena mereka ingin menguasai daerah kami?

Banyak orang mulai tumbang, dari kedua sisi. Kepala mereka berdarah. Mereka diangkut ke tepi pertempuran. "Mati aku," pikirku. Jangan sampai aku mati. Aku belum beri makan ayam-ayamku. Kasihan mereka.

Aku ingin lari dari sini. Aku tak mau tahu pertempuran macam apa ini. Tapi bagaimana caranya lari? Semua sudah terlanjur. Salah-salah, aku yang bisa kena lemparan sana sini.

"Rumahmu dimana?" tanyaku pada pemuda tadi. "Di atas bukit," jawabnya. "Lalu para penyerang itu? Dari mana asal mereka?" lanjutku. "Dari sebrang Danau Lumpur," jawabnya.

Aku tersedak. "Sial!" pikirku, "Sebrang Danau Lumpur? Bukankah itu rumah sahabatku? Aku tidak mungkin melanjutkan pertempuran ini. Mungkin dia sedang di seberang sana ikut rombongan penyerang itu. Aku tidak mau menyakitinya."

Aku hanya terdiam, berpikir bagaimana caranya pergi dari sini. Aku tidak mau ikut pertempuran ini. Aku bangkit berdiri, ketika pemuda itu berteriak, "Awaaas!!"

Lalu aku tidak ingat apapun...

2 komentar:

  1. aku suka penceritaanmu...mungkin aku juga akan mengalami hal yang sama "Perang Batu" jika kereta yang akan kutumpangi tidak keburu datang...

    BalasHapus