Selasa, 26 Januari 2010

Tertinggal Kereta

Petugas stasiun sudah meniup peluitnya dan berteriak ke arah penumpang, "Kereta segera berangkat!! Lekas naik.."

Aku hanya memandang langit, sudah jingga memang. Tapi aku sungguh belum ingin melangkahkan kakiku mendekati kereta.

Kualihkan pandangan. Ratusan orang naik, takut tertinggal kereta, yang katanya menuju tempat dimana kebahagiaan selalu ada.

"Ayo...!!" petugas stasiun sekali lagi mengingatkan untuk lekas naik. Aku hanya menerawang, tanpa ekspresi. Biar mereka berangkat, aku masih ingin di sini, memandang langit jingga.

"Bisa tidak, aku menuju ke tempat dimana kebahagiaan itu selalu ada dengan jalan kaki saja?" Tanyaku pada ibuku suatu ketika. "Bisa, tapi ketika kau sudah sampai disana, kau tak akan pernah sempat merasakan bahagia itu. Sudahlah, jangan buang waktumu.. Kutunggu kau disana. Cepat atau lambat, kau harus berangkat!"

"Tapi buat apa bahagia itu? Apa disana aku bisa memandang langit jingga, melamun, dan menangis? Aku bahagia ketika aku menangis.." Ujarku tanpa dipedulikannya, ibuku bergegas keluar rumah menuju stasiun dan tak pernah kembali. Mungkin dia sudah bahagia di tempat di mana kebahagiaan selalu ada.

"Hei, kamu! Naik sekarang atau kereta berangkat tanpamu!" Teriak petugas stasiun setengah memaksa. Aku hanya memandangnya kosong.

Kereta mulai bergerak pelan... Dan aku memutuskan untuk ikut.

"Tunggu!!!" teriakku. Tapi kereta sudah beranjak semakin cepat. Aku terengah berlari sekuat tenagaku. Kulihat asap mengepul dari cerobongnya.

Aku berlari dan berlari,.. sampai gelap sekelilingku.. gelap dan tak dapat kurasa apapun..

Inikah bahagia itu?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar